Sunday 20 December 2015

SOSIALISME DAN AGAMA

SOSIALISME DAN AGAMA

VLADIMIR LENIN

Masyarakat yang ada saat ini sepenuhnya didasarkan atas eksploitasi yang dilakukan oleh sebuah minoritas kecil penduduk, yaitu kelas tuan tanah dan kaum kapitalis, terhadap masyarakat luas yang terdiri atas kelas pekerja. Ini adalah sebuah masyarakat perbudakan, karena para pekerja yang "bebas", yang sepanjang hidupnya bekerja untuk kaum kapitalis, hanya "diberi hak" sebatas sarana subsistensinya. Hal ini dilakukan kaum kapitalis guna keamanan dan keberlangsungan perbudakan kapitalis.

Tanpa dapat dielakkan, penindasan ekonomi terhadap para pekerja membangkitkan dan mendorong setiap bentuk penindasan politik dan penistaan terhadap masyarakat, menggelapkan dan mempersuram kehidupan spiritual dan moral massa. Para pekerja bisa mengamankan lebih banyak atau lebih sedikit kemerdekaan politik untuk memperjuangkan emansipasi ekonomi mereka, namun tak secuil pun kemerdekaan yang akan bisa membebaskan mereka dari kemiskinan, pengangguran, dan penindasan sampai kekuasaan dari kapital ditumbangkan. Agama merupakan salah satu bentuk penindasan spiritual yang dimanapun ia berada, teramat membebani masyarakat, teramat membebani dengan kebiasaan mengabdi kepada orang lain, dengan keinginan dan isolasi. Impotensi kelas tertindas melawan eksploitatornya membangkitkan keyakinan kepada Tuhan, jin-jin, keajaiban serta jang sejenisnya, sebagaimana ia dengan tak dapat disangkal membangkitkan kepercayaan atas adanya kehidupan yang lebih baik setelah kematian. Mereka yang hidup dan bekerja keras dalam keinginan, seluruh hidup mereka diajari oleh agama untuk menjadi patuh dan sopan ketika di sini di atas bumi dan menikmati harapan akan ganjaran-ganjaran surgawi. Tapi bagi mereka yang mengabdikan dirinya pada orang lain diajarkan oleh agama untuk mempraktekkan karitas selama ada di dunia, sehingga menawarkan jalan yang mudah bagi mereka untuk membenarkan seluruh keberadaannya sebagai penghisap dan menjual diri mereka sendiri dengaan tiket murah untuk menuju surga. Agama merupakan candu bagi masyarakat. Agama merupakan suatu minuman keras spiritual, di mana budak-budak kapital menenggelamkan bayangan manusianya dan tuntutan mereka untuk hidup yang sedikit banyak berguna untuk manusia.

Tetapi seorang budak yang menjadi sadar akan perbudakannya dan bangkit untuk memperjuangkan emansipasinya ternyata sudah setengah berhenti sebagai budak. Para buruh modern yang berkesadaran-kelas, digunakan oleh industri pabrik skala besar dan diperjelas oleh kehidupan perkotaan yang merendahkan kedudukan di samping prasangka-prasangka religius, meninggalkan surga kepada parra pastur dan borjuis fanatik, dan mencoba meraih kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri di atas bumi ini. Proletariat sekarang ini berpihak pada sosialisme, yang mencatat pengetahuan dalam perang melawan kabut agama, dan membebaskan para pekerja dari keyakinan terhadap kehidupan sesudah mati dengan mempersatukan mereka bersama guna memperjuangkan masa sekarang untuk kehidupan yang lebih baik di atas bumi ini.

Agama harus dinyatakan sebagai urusan pribadi. Dalam kata-kata inilah kaum sosialis biasa menyatakan sikapnya terhadap agama. Tetapi makna dari kata-kata ini harus dijelaskan secara akurat untuk mencegah adanya kesalahpahaman apapun. Kita minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi, sepanjang seperti yang diperhatikan oleh negara. Namun sama sekali bukan berarti kita bisa memikirkan agama sepanjang seperti yang diperhatikan oleh Partai. Sudah seharusnya agama tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis, dimana bagi kaum sosialis, sebagai sebuah aturan. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir. Bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Tak ada subsidi yang harus diberikan untuk memapankan gereja, negara juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat religius dan gerejawi. Hal-hal ini harus secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi yang independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan keparat, saat gereja hidup dalam ketergantungan feodal pada negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan feodal pada gereja yang mapan, ketika di jaman pertengahan, hukum-hukum inquisisi (yang hingga hari ini masih mendekam dalam hukum-hukum pidana dan pada kitab undang-undang kita) ada dan diterapkan, menyiksa banyak orang untuk keyakinan maupun ketidakyakinannya, memperkosa hati nurani orang-orang, dan menggabungkan pemerintah yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dengan dispensasi ini dan itu yang membiuskan, oleh lembaga gereja. Pemisahan yang tegas antara lembaga Negara dan Gereja adalah apa yang dituntut proletariat sosialis mengenai negara modern dan gereja modern.

Revolusi Rusia harus memberlakukan tuntutan ini sebagai sebuah komponen yang diperlukan untuk kemerdekaan politik. Dalam hal ini, revolusi Rusia berada dalam sebuah posisi yang menyenangkan, karena ofisialisme yang menjijikkan dari otokrasi feodal polisi berkuda telah menimbulkan ketidakpuasan, keresahan, dan kemarahan bahkan di antara para pendeta. Serendah-rendahnya dan sedungu-dungunya pendeta Orthodoks Rusia, mereka pun sekarang telah dibangunkan oleh guntur keruntuhan tatanan abad pertengahan yang kuno di Rusia. Bahkan mereka yang bergabung dalam tuntutan untuk kebebasan, memprotes praktek-praktek birokratik dan ofisialisme, hal memata-matai polisi yang sudah ditetapkan sebagai "pelayan Tuhan". Kita kaum sosialis harus memberikan dukungan kita pada gerakan ini, mendukung tuntutan para pendeta yang jujur dan tulus hati menuju ke tujuan mereka, membuat mereka meyakini kata-kata mereka tentang kebebasan, menuntut bahwa mereka harus memutuskan semua hubungan antara lembaga keagamaan dan kepolisian. Seperti juga bagi Anda yang tulus hati, di tiap kasus Anda harus mempertahankan pemisahan antara Gereja dengan Negara dan sekolah dengan Agama, sepanjang agama sudah dinyatakan secara tuntas dan menyeluruh sebagai urusan pribadi. Atau Anda tidak menerima tuntutan-tuntutan konsisten tentang kebebasan ini, dalam kasus dimana Anda tetap terpikat dengan tradisi inkuisisi, dalam kasus dimana Anda tetap berpegang teguh dengan kerja pemerintahan yang enak dan pendapatan dari pemerintah, dalam kasus dimana Anda tidak percaya terhadap kekuatan spiritual dari senjatamu dan melanjutkan untuk mengambil suap dari negara. Dan dalam kasus itulah para pekerja berkesadaran-kelas di seluruh Rusia menyatakan perang tanpa ampun terhadap Anda.

Sepanjang yang diperhatikan kaum sosialis proletariat, agama bukanlah sebuah persoalan pribadi. Partai kita adalah sebuah asosiasi dari para pejuang maju yang berkesadaran kelas, yang bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja. Sebuah asosiasi seperti itu tidak dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya kekurangan kesadaran- kelas, ketidaktahuan atau obscurantisme (isme kekaburan, ketidakjelasan) dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama. Kita menuntut pembinasaan sepenuhnya terhadap Gereja dan dengannya mampu menerangi kabut religius yang begitu ideologis dan dengan sendirinya senjata ideologis, dengan sarana pers kita dan melalui kata dari mulut. Namun kita mendirikan asosiasi kita, Partai Buruh Sosial-Demokrat Rusia, tepatnya untuk sebuah perjuangan melawan setiap agama yang menina bobokan para pekerja. Dan bagi kita perjuangan ideologi bukan sebuah urusan pribadi, namun persoalan seluruh Partai, seluruh proletariat.

Jika memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program kita bahwa kita adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen dan para penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita?

Jawaban terhadap pertanyaan ini akan memberikan penjelasan tentang perbedaan yang cukup penting dalah hal persoalan agama yang ditampilkan oleh para demokrat borjuis dan kaum Sosial-Demokrat.

Program kita keseluruhannya berdasar pada cara pandang yang ilmiah, dan lebih jauh materialistik. Oleh karenanya, sebuah penjelasan mengenai program kita secara amat perlu haruslah memasukkan sebuah penjelasan tentang akar-akar historis dan ekonomis yang sesungguhnya dari kabut agama. Propaganda kita perlu memasukkan propaganda tentang atheisme; publikasi literatur ilmiah yang sesuai – dimana pemerintah feodal otokratis hingga saat ini telah melarang dan menyiksa – yang pada saat ini harus membentuk satu bidang dari kerja partai kita. Kita sekarang mungkin harus mengikuti nasehat yang diberikan Engels kepada kaum Sosialis Jerman: menterjemahkan dan menyebarkan literatur intelektual Pencerahan Perancis abad ke-18 dan kaum atheis.

Namun bagaimanapun juga kita tidak boleh dan tidak patut untuk jatuh dalam kesalahan menempatkan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak, kebiasaan jang idealistik, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak berhubungan dengan perjuangan kelas, seperti yang tidak jarang dilakukan oleh kaum demokrat-radikal yang ada di antara kaum borjuis. Tentulah bodoh untuk berpikir bahwa, dalam sebuah masyarakat yang berdasar pada penindasan tanpa akhir dan merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa disingkirkan hanya melalui metode propaganda melulu. Inilah kesempitan cara berpikir borjuis yang lupa bahwa beban agama yanng memberati kehidupann manusia sebenarnya tak lebih adalah sebuah produk dan refleksi beban ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Tak satupun dari famplet khotbah, berabapun jumlahnya, dapat memberi pencerahan pada kaum proletariat, jika ia tidak dicerahkan dengan perjuangannya sendiri melawan kekuatan gelap dari kapitalisme. Persatuan dalam perjuangan revolusioner yang sesungguhnya dari kelas kaum tertindas untuk menciptakan sebuah sorgaloka di bumi, lebih penting bagi kita ketimbang kesatuan opini proletariat di taman firdaus surga.

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kita tidak dan tidak akan menyatakan atheisme dalam program kita, itulah mengapa kita tidak akan dan tidak akan melarang kaum proletariat yang tetap memelihara sisa-sisa prasangka lama untuk menggabungkan diri mereka dengan Partai kita. Kita akan selalu mengkhotbahkan cara pandang ilmiah, dan hal itu essensial bagi kita untuk memerangi ketidakkonsistenan dari berbagai aliran "Nasrani". Namun bukan berarti bahwa pada akhirnya persoalan agama akan dikembangkan menjadi persoalan utama, sementara hal itu sudah tidak dipersoalkan lagi, atau bukan pula berarti bahwa kita akan membiarkan semua kekuatan dari perjuangan ekonomi dan politik revolusioner yang sesungguhnya untuk dipilah-pilah mengikuti opini tingkat ketiga ataupun ide-ide yang tidak masuk akal. Karena hal ini akan segera kehilangan semua arti penting politisnya, segera akan disapubersih sebagai sampah oleh perkembangan ekonomi.

Dimanapun kaum borjuis reaksioner hanya memperhatikan dirinya sendiri, dan sekarang sudah mulai memperhatikan dirinya di Rusia, dengan menggerakkan perselisihan agama – karenanya dalam rangka membelokkan perhatian massa dari problem-problem ekonomi dan politik yang demikian penting dan fundamental, pada saat ini diselesaikan dalam praktek oleh semua proletariat Rusia yang bersatu dalam perjuangan revolusioner. Kebijaksanaan revolusioner yang memecahbelahkan kekuatan kaum proletariat, dimana pada saat ini manifestasinya muncul dalam program Black-Hundred, mungkin besok akan menyusun bentuk-bentuk yang lebih subtil. Kita, pada setiap tingkat, akan melawannya dengan tenang, secara konsisten dan sabar berkhotbah tentang solidaritas proletarian dan cara pandang ilmiah – seorang pengkhotbah yang asing pada apapun hasutan-hasutan perbedaan sekunder.

Kaum proletariat reevolusioner akan berhasil dalam membentuk agama menjadi benar-benar urusan pribadi, sejauh yang diperhatikan oleh negara. Dan dalam sistem politik ini, bersih dari lumut-lumut abad pertengahan, kaum proletariat akan keluar dan membuka pertarungan untuk mengeliminasi perbudakan ekonomi, sumber yang murni dari segala omong kosong relijius manusia.

Monday 23 November 2015

TEORI - TEORI BELAJAR

TEORI-TEORI BELAJAR

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

  1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
  2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
  2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

  1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
  2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dan materi yang diajarkannya.


Friday 13 November 2015

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

 A.     Pendahuluan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

B.     Mendorong Tindakan Belajar

             Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan  informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.
Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.
Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1.   Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2.   Faktor Psikologis
     Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar      
     jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara
     terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1.   Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2.  Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3.  Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima  kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4.  Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5.  Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain. 

Wednesday 11 November 2015

PENGERTIAN DASAR PERCERAIAN

Perceraian berasal dari kata cerai, yang berarti pisah dan talak, sedangkan kata talak sama dengan cerai, kata mentalak berarti menceraikan.[1] Dengan pengertian ini berarti kata talak sama artinya dengan cerai atau menceraikan, istilah kata talak dan cerai inipun dalam bahasa Indonesia sudah umum dipakai oleh masyarakat kita dengan arti yang sama.Adapun perceraian dalam istilah Ahli Fiqh disebut talak atau furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian, sedangkan furqah berarti bercerai. Kemudian dua kata ini sering digunakan oleh ahli fiqh sebagai satu istilah yang berarti perceraian antara suami dan isteri. Perkataan talak atau furqah dalam istilah Ahli Fiqh mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus. Arti umumnya adalah segala bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, perceraian yang ditetapkan oleh hakim dan perceraian alamiah seperti kematiam salah satu diantara suami atau isteri. Adapun arti khususnya adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.[2]Para ulama merumuskan pengertian perceraian dengan berbagai macam pengertian. Sayyid Sabiq misalnya merumuskan perceraian dengan pengertian:حل رابطة الزواج وانها ء العلاقة الزوجية.[3]Dengan dilepasnya ikatan suami dan isteri maka hubungan perkawinan keduanya dinyatakan berakhir, sehingga suami istri tersebut haram berhubungan sebagaimana layaknya suami isteri.Sedangakan menurut hukum Islam talak dapat berarti: [4]a.       Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi keterikatannya dengan ucapan tertentu.b.      Melepaskan ikatan perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.c.       Melepaskan ikatan akad perkawinan dengan ucapan talak atau yang sepandan dengan itu.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami isteri dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan serta mempunyai akibat bagi suami isteri tersebut.Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum perceraian. Menurut Sayyid Sabiq, pendapat yang paling benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa perceraian itu terlarang. Dilarangnya perceraian, karena perceraian merupakan salah satu bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah SWT yaitu perkawinan. Kufur terhadap nikmat yang diberikan Allah merupakan hal yang haram, kecuali karena darurat. kategori darurat yang membolehkan perceraian adalah apabila suami meragukan kebersihan tingkah laku isteri atau kerena sudah tidak saling mencintai lagi.[5] Dalam pandangan para ulama perceraian mempunyai beberapa macam hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi oleh keluarga tersebut, adakalanya wajib, mubah, makruh, dan haram. Adapun penjelasan secara terperinci mengenai hukum talak ini: [6] a.  Wajib, suami menjatuhkan talak kepada isterinya apabila ada kasus:1.      Syiqaq, yaitu pertengkaran yang tidak dapat diselesaikan oleh siapapun.2.      Suami tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin kepada istri, begitupun sebaliknya isteri tidak mampu menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri, sehingga tidak ada jalan penyelesaian bagi keduanya kecuali perceraian.3.      Suami bersumpah li’an kepada isterinya yaitu tidak mau jimak (bersetubuh) dengan isterinya. Maka setelah empat bulan, isteri wajib ditalak agar tidak menderita batin, disebut juga dengan talak muli
b.      Sunnah, apabila isteri tidak menjaga dapat kehormatannya dan tidak dapat menjalankan perintah-perintah agama walaupun sudah berulang kali diperingatkan tetapi tidak ada perubahan sama sekali.c.       Mubah, yaitu apabila suami ada kebutuhan isteri kurang tanggap atau pergaulan mereka kurang harmonis.d.      Makruh, yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh dan berakhlak yang baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudaratan.e.       Haram, yaitu suami yang mentalak isterinya dalam keadaan haid atau isteri sudah suci tetapi sudah dicampuri lagi oleh suaminya. Dalam hal ini dapat dipahami dari firman Allah SWT:يا يها النبىاذا طلقتم النسا ء فطلقو هن لعد تهن[7]              Disamping itu menurut Sayyid Sabiq, termasuk talak yang diharamkan ialah talak yang dijatuhkan tanpa sebab, karena bisa menimbulkan kemudaratan baik bagi isteri maupun bagi suami itu sendiri.[8]1.      Rukun dan Syarat PerceraianTerdapat beberpa rukun yang harus ada serta beberapa syarat  yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya perceraian, yaitu:a.       Suami yang sah akad nikah dengan isterinya, disamping itu suami dalam keadaan:1.      Baligh, sebagai suatu perbuatan hukum, perceraian tidak sah dilakukan oleh orang yang belum baligh2.      Berakal sehat, selain sudah baligh suami yang akan menceraikan isterinya juga harus mempunyai akal yang sehat, maka dari itu orang gila tidaklah sah untuk menjatuhkan talak kepada isterinya.3.      Atas kemauan sendiri, perceraian yang dilakukan karena adanya paksaan dari orang lain bukan atas dasar atas kemauan dan kesadarannya sendiri adalah perceraian yang tidak sah[9].b.      Isteri, yang dimaksud oleh suaminya untuk ditalak adalah, isteri yang telah terikat perkawinan yang sah dengan suaminya. Kalau suami mempunyai dua isteri,  maka isteri yang kedua tidak terlibat dalam perceraian tersebut. Oleh karena itu talak kepada isteri, baru dianggap apabila:1.      Isteri masih dalam perlindungan suami, seperti ditalak raj’i. Sedangkan isteri yang ditalak ba’in, berarti suami tidak ada hak lagi untuk mentalak isterinya, karena tidak dalam kekuasaannya lagi.2.      Isteri yang ditalak itu harus melalui akad nikah yang sah, oleh karena itu kalau suami akad nikah dengan wanita dalam iddah, wanita yang bersaudara, maka tidak sah talak kepada isterinya.3.      Isteri yang sedang hamil, tidak sah menjatuhkan talak kepada isteri yang sedang hamil.[10]c.   Shigat perceraian, yang dimaksud dalam hal ini adalah lapaz yang diucapkan oleh suami atau wakilnya diwaktu menjatuhkan cerai kepada isterinya. Semua lafaz yang artinya memutuskan ikatan perkawinan dapar dipakai untuk perceraian. Shigat perceraian ada diucapkan dengan menunjukan kepada makna yang jelas, disamping itu ada pula shigat yang diucapka dengan kata-kata sindiran, baik sindiran itu denga lisan, tulisan, isyarat (bagi suami tuna wicara), ataupun dengan suruhan orang lain. Kesemuanya ini dapat dianggap sah kalau suami dalam keadaan sadar serta atas kemauan sendiri.                  Shigat cerai dalam penjelasan tersebutdihukumi sah apabila: [11]1.      Ucapan suami itu disertai dengan niat menjatuhkan cerai dengan isterinya.2.      Suami harus menyatakan kepada hakim, bahwa maksud ucapannya itu untuk menyatakan keinginannya menjatuhkan cerai kepada isterinya. Apabila ternyata tujuan suami dengan perkataanya itu, bukan untuk menyatakan keinginan  menjatuhkan cerai kepada isterinya, maka shigat talak yang demikian tidak sah dan cerainya tidak jatuh.d.   Faktor kesengajaan, artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya untuk talak dan bukan untuk maksud lain.  3.   Bentuk- bentuk Perceraian                  Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknya suami ruju’ kembali kepada isterinya setelah ditalak, maka perceraian ini ada dua bentuk, yaitu:a.  Talak raj’i, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya sebagai talak satu atau talak dua. Tetapi apabila isterinya berstatus masih dalam iddah talak raj’i, maka suami boleh rujuk kepada isterinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa persaksian baru dan tanpa mahar baru pula. Apabila masa iddahnya sudah habis maka suami tidak boleh rujuk lagi kepada isterinya kecuali dengan akad nikah dan mahar yang baru.                  Talak raj’i hanya terjadi pada talak yang pertama dan yang kedua sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:الطلا ق مرتا ن فا مسا ك بمعروف أ وتسريح باحسا ن[12]                 Selama masa iddah hubungan perkawinan suami isteri masih tetap berlangsung karena talak raj’i tidak menghapuskan akad nikah, tidak menghilangkan hak-hak suami terhadap isterinya begitu juga sebaliknya. Apabila salah satu dari mereka meninggal dunia, maka mereka yang hidup berhak untuk mendapatkan bagian waris dari yang meninggal.b. Talak ba’in, talak ba’in ialah talak yang berakibat hilangnya hak mantan suami untuk kembali kepada isterinya baik dalam masa iddah atau setelah habis masa iddahnya,  kecuali dengan akad nikah dan mahar yang baru. Talak ba’in ini dibagi menjadidua macam, yaitu: [13]1.      Talak ba’in sugra, ialah talak ba’in yang menghilangkan kepemilikan suami terhadap mantan isteri, tetapi tidak menghilanhkan kehalalan mantan suami untuk kawin kembali dengan mantan isterinya, artinya mantan suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan mantan isterinya baik dalam masa iddah maupun sesudah berakhirnya masa iddah. Adapun yang termasuk dalam kategori ini diantaranya: a) Talak sebelum berkumpul, b) Talak dengan tebusan atau sering disebut dengan khulu’, c) Talak karena aib (cacat badan), d) salah seorang dipenjara dan yang semacamnya.2.      Talak ba’in kubra, ialah talak ba’in yang menghilangkan kepemilikan mantan suami terhadap mantan isteri serta menghilangkan kehalalan mantan suami terhadap mantan isteri untuk kawin kembali, kecuali mantan isteri telah kawin dengan laki-laki lain, telah berkumpul, telah bercerai, dan telah habis masa iddahnya.Adapun bentuk-bentuk perceraian yang ditinjau dari segi siapa yang berkehendak untuk melakukan perceraian ialah:1.      Talak, yaitu peceraian yang terjadi atas kehendak suami dengan mengunakan kata-kata talak kepada isteri.2.      Khulu’, yaitu perceraian yang terjadi atas kehendak isteri dengan membayar ‘iwad atau tebusan kepada suami.3.      Fasakh, yaitu perceraian atas kehendak suami atau isteri atau pengadilan karena adanya hal-hal yang dianggap berat, seperti suami dan isteri diketahui masih saudara kandung, atau salah satu pihak murtad.Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak terhadap isterinya, dalam hal ini talak ada beberapa bentuk, yaitu:1.      Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan dihadapan isterinya, dan isterinya mendengarkan secara langsung ucapan suaminya itu.2.      Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan kepada isterinya dan isteri memahami isi dan maksudnya. Menurut Sayyid Sabiq syarat sah talak secara tertulis, bahwa tulisan harus tegas, jelas dan nyata ditunjukkan oleh suami terhadap isteri secara khusus.3.      Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukanoleh suami yang tuna wicara dalam bentuk isyarat, sebab isyarat baginya sama dengan bicara yang dapat menjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan, para fuqaha mensyaratkan bahwa isyarat itu sah bagi tuna wicara.4.      Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada isterinya melalui perantara orang lain sebagai utusan. Dalam hal ini utusan berkedudukan sebagai wakil suami yang menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu.Sedangkan di Pengadilan Agama perceraian dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: [14]1.      Cerai talak, yaitu perceraian atas kehendak suami.2.      Cerai gugat, yatu perceraian atas kehendak isteri.Undang-undang membedakan antara perceraian atas kehendak suami dan perceraian atas kehendak isteri. Hal ini karena karakteristik hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses perceraian atas kehendak suami berbeda dengan proses perceraian atas kehendak isteri.   Permohonan cerai talak, meskipun berbentuk permohonan tetapi pada hakekatnya adalah kontensius, karena di dalamnya mengandung unsur sengketa. Oleh sebab itu, harus diproses sebagai perkara kontensius untuk melindungi hak-hak isteri dalam mencari upaya dan keadilan.Sedangkan dalam perkara cerai gugat, maka isteri tidak punya hak untuk menceraikan suami. Dan oleh sebab itu harus mengajukan gugatan untuk bercerai, dan hakim yang akan memutuskan perkawinan dengan kekuasaannya. 4.  Alasan-alasan PerceraianPara ulama menyepakati bahwa perceraian tanpa alasan haram hukumnya. Tetapi walaupun begitu al Qur’an tidak menentukan secara jelas keharusan suami mengemukakan alasan-alasannya yang dapat digunakan sebagai alasan untuk bercerai.Adapun hal-hal yang dapat diajukan sebagai alasan perceraian, terurai dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomot 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo PP No 9 Tahun 1975, pelaksana Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 19, KHI pasal 116 yaitu:a.             Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. Jika suami atau isteri itu ternyata mempunyai kebiasaan yang sangat bertentangan dengan agama, maka hal itu boleh dijadikan alasan untuk melepaskan ikatan perkawinan.b.            Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. Maksudnya jika suami atau isteri itu pergi tanpa izin dan tanpa memberikan alasan serta tidak memberi kabar selama kepergiannya itu, maka perceraian boleh diajukan.c.             Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Maksudnya jika suami atau isteri itu dipenjara lima tahun atau mendapat hukuman yang sangat berat maka pihak yang ditinggalkana jika merasa terbebani dan tidak kuat selama masa menjalani hukuman tersebut, maka boleh mengajukan perceraian.d.            Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. Maksudnya antara suami atau isteri sering melakukan kekerasan secara fisik sehingga menggangu ketentraman dan  kedamaian dalam rumah tangga.e.             Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri. Maksudnya antara suami atau istri mempunyai kelainan dalam melakukan hubungan suami istri atau memiliki penyakit yang parah dan sulit disembuhkan sehingga kewajiban dalam rumah tangga tidak berjalan.f.             Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Maksud dari percekcokan ini adalah antara suami dan isteri sering bertengkar dalam kesehariannya yang dapat mengganggu ketentraman rumah tangga.Kemudian dalam KHI pasal 116 menambahkan:g.            Suami melanggar taklik talak.h.            Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Maksudnya salah satu pihak telah keluar dari agama Islam yang menyebabkan pihak lain tidak terima sehingga mengganggu ketentraman dalam kehidupan rumah tangganya.Alasan-alasan di atas merupakan alternatif, Pemohon atau Penggugat dapat memilih salah satu dari alasan-alasan tersebut yang sesuai dengat faktanya saja, tetapi juga tidak dilarang jika dalam permohonannya menggunakan beberapa alasan. Dalam persidangan salah satu alasan saja yang dapat dibuktikan oleh Pemohon atau Penggugat dan dapat meyakinkan hakim, sudah cukup menjadi dasar bagi hakim untuk mengabulkannya.

[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum, hlm.200
[2] Kamal Mukhtar,Asas-asas Hukum Islam, hlm.156
[3] Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), II: hlm.206
[4] Zahri Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta, 1976), hlm.73
[5] Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, hlm.345
[6] Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hlm. 252-254
[7] at-Talak (65): 1
[8] Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, hlm. 208
[9] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), VII, 364
[10] M. Noor Matdawam, Pernikahan, Kawin Antar Agama, Keluarga Berencana, Ditinjau dari Hukum Islam dan Peratura Pemerintah RI, (Yogyakarta: Bina Karier, 1990), hlm.64
[11] Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam, hlm.168
[12] al-Baqarah (2): 229
[13] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, Cet.ke-1, (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), II: 176-179
[14] Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Cet.ke-3, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 206-207 

Tuesday 10 November 2015

JANGAN PERNAH BERHENTI

Oleh Ina Mahardhika

Bismillah...

Hidup terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia. Setiap dimensi kehidupan telah dan akan dilalui, yang kemudian akan bermuara pada kembalinya diri kepada Sang Pemilik Kehidupan.

Sedih, kesal, penat, bosan, marah, emosi dan sebagainya adalah sisi lain dari indahnya hidup. Ketika manusia mau menikmati kesenangan hidup, maka ia pun harus berani menghadapi sisi lain dari kehidupan.

Adalah fitrah manusia, ketika Allah memberinya ujian maka perasaan kesal, marah, emosi, mudah mengeluh muncul dalam diri. Semua manusia akan merasakan hal yang sama, yang membedakan adalah penyikapan terhadap ujian perasaan tersebut.

Ada, bahkan mungkin banyak yang menjadikan marah dan emosi sebagai masinis dalam dirinya, mempermainkan fluktuasi keimanan, sehingga akan berujung pada kesia-sian yang berkepanjangan dan kerugian yang banyak. Masalah tidak akan begitu saja berlalu dan selesai dengan emosi, marah dan keluhan. Disisi lain, tidak akan ada amalan yang di dapat ketika hal tersebut menguasai diri. Jadi 2 kerugian yang akan di peroleh, masalah yang semakin rumit dan energi yang terbuang, tidak menjadi amal.

Namun tidak sedikit yang menjadikan sabar dan syukur sebagai qawwan dalam dirinya dan menguasai ruhnya. Ia berusaha bersabar dan mencoba untuk terus bersabar dalam menunaikan amanah ujian dari Allah, hingga akhirnya ia akan mencapai pada titik klimaks kemenangan. Ya... Hakikatnya, ujian adalah amanah yang harus tertunaikan dan buahnya adalah kemenangan.

Hidup memang tidak mudah, tetapi kemudahan dapat di hidupkan. Kepenatan, kemarahan, turunnya kualitas ibadah dan kegersangan ruhiyah adalah titik klimaks dari kelalaian seorang hamba dalam menjalani ujian hidup. Matikan kelalaian itu dengan hati yang hidup dalam mewujudkan kemudahan hidup.

Berhentilah sejenak saudaraku... Berhentilah di sini...

Berhentilah di terminal ruhiyah, agar hati damai dan tenang terasa hingga tulang sum-sum.

Jangan pernah berhenti saudaraku... Untuk selalu dalam keistiqamahan.

Jangan pernah berhenti, untuk selalu bermunjat pada-Nya ketika kegalauan dan kepenatan hati telah menguasai diri...

Jangan pernah berhenti, untuk selalu memohon dan meminta pada-Nya ketika cita-cita telah sirna namun asa masih menggunung...

Jangan pernah berhenti, untuk selalu memupuk semangat dan keoptimisan ketika hati mulai rapuh dan patah, sampai Allah memberikan kemenangan.

Jangan pernah berhenti saudaraku... Untuk selalu melantunkan bait-bait doa meskipun di kantor, jalan, sekolah, kampus, pasar, kendaraan, kereta, pesawat....dan di hati ini... Allah Maha Mendengar bisikan hati...

"Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam berdoa, tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab putus asa semakin kuat. Itu semua dilakukan seseorang karena keyakinannya bahwa hanya Allah saja yang paling tahu apa yang lebih maslahat bagi dirinya. Ia yakin bahwa dengan ujian itu, Allah ingin melihat tingkatan kesabaran dan keimanannya. Ia yakin bahwa dengan keadaan itu, Allah menghendaki hatinya menjadi luruh dan pasrah kepada-Nya. Atau, boleh jadi melalui ujian itu, Allah menghendaki dirinya untuk lebih banyak lagi berdoa sehingga ia lebih dekat lagi dengan-Nya melalui doa-doanya. " (Shaidul Khatir, 375). Begitulah nasihat dari Ibnul Jauzi.

Jangan pernah berhenti untuk selalu berusaha ikhlas dan tawadhu mengumpulkan butiran-butiran amal dalam setiap fase hidup, karena kelak ia yang akan menjadi kawan kita ketika menemui Rabb Semesta Alam...

Jangan pernah berhenti untuk selalu memohon pada-Nya kembali yang baik dan khusnul khatimah, karena akhir yang baik adalah muara dari kasih sayang Allah.

Ya..jangan pernah berhenti untuk selalu berikhtiar, berdoa dan bersabar dalam menjalani hidup sebagai hamba Allah.

Allahua`lambisshawaab...

Setitik hikmah dari samudera hikmah...

Wasanawati et yahoo dot com.


Ads Inside Post