Thursday 22 October 2015

Ilmu Hadist gharibul hadis

ilmu hadist 
Para muhadditsin mengemukakan hal-hal yang dapat digunakan untuk menafsirkan keghariban matan hadits, di antaranya, pertama, mencari dan menelaah hadits yang sanad-nya berlainan dengan yang ber-matan gharib, Kedua, memperhatikan penjelasan dari  sahabat yang meriwatkan hadits atau sahabat yang lain yang tidak meriwayatkan, Ketiga emperhatikan penjelasan dari rawi selain sahabat.[1]

Contoh matan hadits gharib yang ditafsirkan dengan hadits yang berasanad lain, seperti sebuah hadits Muttafaqun ‘alaih yang diriwayatkan oleh ibnu Umar r.a. tentang ibnu syayyad :
قال النبي صلى الله عليه وسلم إني خبأت لك خبيئا, فماذا ؟ قال إبن صياد : هو الدخ ! قال النبي صلى الله عليه وسلم : إخسأ ! فلن تعدو قدرك
“Nabi Muhammad saw. Berkata : saya menyimpan sesuatu untukmu, apa itu ? sahut ibnu Shayyad: yaitu asap. Salah ! kata Nabi saw., kamu tidak akan lepas secepat pperkiraanmu.”[2]
            Lafadh addukhkhu dalam hadits tersebut adalah lafadh yang gharib. Menurut uraian yang dikemjkakan oleh Al-Jauhari, lafadh addukhkhu tersebut berarti asap(menurut pengertian bahasa), tetapi menurut pendapat yang lain berate tumbuh-tumbuhan.Bahkan ada sebagian yang mengatikan dengan jima’.
            Untuk mendapatkan penafsiran yang tepat, kita berusaha mendapatkan sanad selain sanad Bukhary-Muslim. Ternyatakita dapati pentakhrijan hadits Abu Dawud dan At-turmidzy yang bersanadkan Az-Zuhri, salim dan Ibnu ‘Umar r.a. memberikan penafsiran terhadap kegharibannya. Kata Ibnu ‘Umar :
النبي إن صلى الله عليه وسلم خبأله ( يوم تأتى السماء بدخان مبين) فأدرك ابن صياد البعض عادةالكهان فى اختطاف بعض الشيئ من الشياطين من غير وقوف على تمام البيان, فقال : هو الدخ
 “Sautu ketika nabi Muhammad saw. menyembunyikan untuk Ibnu Shayyad,  ayat :( tunggulah sampai langit mengumpulkan asap-asap yang nyata ), lalu Ibnu Shayyad mendapatkan sesuatu alat yang biasa dipakai tukang-tukang tenung untuk mencapai sesuatu perantaraan setan-setan, dan tanpa berfikir panjang lagi dia menjawab: itulah asap…”[3]
            Dengan bantuan dari hadits Abu Dawud dan At-Turmidzy tersebut, maka lafadhaddukhkhu itu dapat diketahui artinya, yitu asap.


C.     Perintis Ilmu Gharib al-Hadits dan Kitab-kitabnya
Menurut sejarah , orang yang mula-mula berusaha untuk mengumpulkan lafadh yang gharib adalah Abu Ubaidah Ma’mar ibn Al-mutsanna (w.210 H ), kemudian dikembangkan oleh Abdul Hasan Al-Mazini (w.204 H).[4]
Tiga kitab gharib al-hadits pada abad III H adalah susunan Abu-‘Ubaid Al-Qasimi ibn Sallam (w. 224 H), ibn Qutaidah Ad-Dainuri  (w. 276 H), dan Al-Khatththabi (w. 378 H). kitab laiinnya sesudah itu adalah Gharib Al-qurun dan Al-Hadits susunan Al-Harawi (w. 401 H), dan Al-Faiq susunan Al-Zamaksyari. Kitab terbesar adalah An-Nihayah susunan Ibn Al-Atsir (606 H) yang diikhtisarkan oleh As-Suyuti (w. 911 H) dalam kitab Ad-Dur An-Natsir.[10]
Menurut sebagian ulama berpendapat bahwa promoter ilmu gharib hadits adalah Abu-Hasan An-Nadlr bin Syamil Al-Mazini, seorang ulama ilmu nahwu, yang meninggal pada tahun 240 H. Ia adalah seorang guru dari Imam Ishaq bin Rawaih.[11]


[1] M.Agus Solahuddin, Ulumul hadits,cet ke-2, Bandung, Pustaka Setia, 2011, h. 118
[2] Fatchur Rahman, IKhtisar Mushthalahaul Hadits, Yogyakarta, 1970, h.323
[3] Ibid
[4] M.Agus Solahuddin, Ulumul hadits,cet ke-2, Bandung, Pustaka Setia, 2011, h. 117

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post