Oleh Ina Mahardhika
Bismillah...
Hidup terus berjalan
seiring dengan bertambahnya usia. Setiap dimensi kehidupan telah dan akan
dilalui, yang kemudian akan bermuara pada kembalinya diri kepada Sang Pemilik
Kehidupan.
Sedih, kesal, penat,
bosan, marah, emosi dan sebagainya adalah sisi lain dari indahnya hidup. Ketika
manusia mau menikmati kesenangan hidup, maka ia pun harus berani menghadapi
sisi lain dari kehidupan.
Adalah fitrah
manusia, ketika Allah memberinya ujian maka perasaan kesal, marah, emosi, mudah
mengeluh muncul dalam diri. Semua manusia akan merasakan hal yang sama, yang
membedakan adalah penyikapan terhadap ujian perasaan tersebut.
Ada, bahkan mungkin
banyak yang menjadikan marah dan emosi sebagai masinis dalam dirinya,
mempermainkan fluktuasi keimanan, sehingga akan berujung pada kesia-sian yang
berkepanjangan dan kerugian yang banyak. Masalah tidak akan begitu saja berlalu
dan selesai dengan emosi, marah dan keluhan. Disisi lain, tidak akan ada amalan
yang di dapat ketika hal tersebut menguasai diri. Jadi 2 kerugian yang akan di
peroleh, masalah yang semakin rumit dan energi yang terbuang, tidak menjadi
amal.
Namun tidak sedikit
yang menjadikan sabar dan syukur sebagai qawwan dalam dirinya dan menguasai
ruhnya. Ia berusaha bersabar dan mencoba untuk terus bersabar dalam menunaikan
amanah ujian dari Allah, hingga akhirnya ia akan mencapai pada titik klimaks
kemenangan. Ya... Hakikatnya, ujian adalah amanah yang harus tertunaikan dan
buahnya adalah kemenangan.
Hidup memang tidak
mudah, tetapi kemudahan dapat di hidupkan. Kepenatan, kemarahan, turunnya
kualitas ibadah dan kegersangan ruhiyah adalah titik klimaks dari kelalaian
seorang hamba dalam menjalani ujian hidup. Matikan kelalaian itu dengan hati
yang hidup dalam mewujudkan kemudahan hidup.
Berhentilah sejenak
saudaraku... Berhentilah di sini...
Berhentilah di
terminal ruhiyah, agar hati damai dan tenang terasa hingga tulang sum-sum.
Jangan pernah
berhenti saudaraku... Untuk selalu dalam keistiqamahan.
Jangan pernah
berhenti, untuk selalu bermunjat pada-Nya ketika kegalauan dan kepenatan hati
telah menguasai diri...
Jangan pernah
berhenti, untuk selalu memohon dan meminta pada-Nya ketika cita-cita telah
sirna namun asa masih menggunung...
Jangan pernah
berhenti, untuk selalu memupuk semangat dan keoptimisan ketika hati mulai rapuh
dan patah, sampai Allah memberikan kemenangan.
Jangan pernah
berhenti saudaraku... Untuk selalu melantunkan bait-bait doa meskipun di
kantor, jalan, sekolah, kampus, pasar, kendaraan, kereta, pesawat....dan di
hati ini... Allah Maha Mendengar bisikan hati...
"Iman seorang
mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam
berdoa, tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap
tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab putus asa semakin
kuat. Itu semua dilakukan seseorang karena keyakinannya bahwa hanya Allah saja
yang paling tahu apa yang lebih maslahat bagi dirinya. Ia yakin bahwa dengan
ujian itu, Allah ingin melihat tingkatan kesabaran dan keimanannya. Ia yakin
bahwa dengan keadaan itu, Allah menghendaki hatinya menjadi luruh dan pasrah
kepada-Nya. Atau, boleh jadi melalui ujian itu, Allah menghendaki dirinya untuk
lebih banyak lagi berdoa sehingga ia lebih dekat lagi dengan-Nya melalui
doa-doanya. " (Shaidul Khatir, 375). Begitulah nasihat dari Ibnul Jauzi.
Jangan pernah
berhenti untuk selalu berusaha ikhlas dan tawadhu mengumpulkan butiran-butiran
amal dalam setiap fase hidup, karena kelak ia yang akan menjadi kawan kita
ketika menemui Rabb Semesta Alam...
Jangan pernah
berhenti untuk selalu memohon pada-Nya kembali yang baik dan khusnul khatimah,
karena akhir yang baik adalah muara dari kasih sayang Allah.
Ya..jangan pernah
berhenti untuk selalu berikhtiar, berdoa dan bersabar dalam menjalani hidup
sebagai hamba Allah.
Allahua`lambisshawaab...
Setitik hikmah dari
samudera hikmah...
Wasanawati et yahoo
dot com.
No comments:
Post a Comment