Tuesday, 10 November 2015

KONSEP KEADILAN DALAM ISLAM

Konsep Keadilan Dalam Islam

Islam pada awalnya lebih dari sekedar gerakan relijius, Islam juga merupakan gerakan ekonomi. Islam dengan kitap sucinya, Al-Qur’an, sangat menentang strukter social yang tidak adil yang menindas secara umum melingkupi kotqa Mekkah yang pada waktu itu merupakan sebagai tempat asal mula Islam, dan juga kota-kota lainnya di dunia. Dari Mekkah, lantas Islam menyebar kedaerah-daerah lain yang dahulunya merupakan daerah penyebaran agama-agama yahudi, namun islam tidak dibatasi olehnya.[1]
Bagi orang yang memperhatikan al-quran secara teliti, keadilan untuk golongan masyarakat lemahmerupakan ajaran islamj yang sanygat pokok. La-quran mengajarkan kepada umat islam untuk berlaku adil dalam berbuat kebaikan. “ sungguh, Allah mencintai keadilan dan kebaikan,” kata al-quran. Lebih lanjut disebutkan bahwa kebencian terhadap suatu kaum atau masyarakat tidak boleh menjadikkan seorang yang beriman sampai berbuat tidfak adil, “ hai orang-orang yang beriman! Tegakkanloan keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa…..[2]
Ketidakadilan bukanlah persoalan yang baru. Ketidak adilan terjadi disemua Negara, semua lapisan masyarakat, dan bahkan antar indifidu. Persoalan yang sesunguhnya adalah bagaimana upaya untuk mengikis ketidakadilandan menegakakn keadilan menjadi kepedulian.dan dilaksanakan oleh lembaga internasional, Negara, lembaga masyarakat, dan individu yang peduli dan mengupayakan tegaknya keadilan secara serius dan terus menerus.
Dalam psikoplogi ada dua hal yang sering dibicarakan dalam membahas prinsib keadilan, yaitu procedural dan distribitif. Procedural adalah mekanisme dalam  untuk menentukan suatu ketetapan, diantaranya adalah ketetapan untuk distribusi. Yang dimaksut prinsip distribusi di sini adalah ketetapan atau kaidah yang menjadi pedoman untuk membagi atau mendistribusikan sumberdaya dan kesempatan.[3] Berkaitan dengan upaya pemerataan, pada umumnya yang disorot adalag distribusi yang adil.
Kemajuan diberbagai bidang juga mempunyai konsekwensi pada masalah keadilan, tuntutan masyarakat tidak hanya sebatas  distribusi yang adil, tetapi juga pada proses penentuan distribusi tersebut, dalam terrminologi keadialan hal ini desebut keadilan prosedural[4]. Masalah ini tanpaknya semakin dirasakan karena letaknya yang strtegis, dalam arti dapat mendahului distribusi itu sendiri.




KONSEP KEADILAN

  1. Menurut Faturochman, keadilan pada dasarnya merupakan bagian moralitas, tetapi pada sisi lain keadilan telah dirumuskan dalam aturan-aturan yang baku dan harus dilaksanakan dengan ketat. (hal. 20)
  2. Menurut Keraf yang dikutip oleh Faturochman, nilai dasar keadilan adalah martabat manusia sehingga prinsip dasar keadilan adalah penghargaan atas martabat dan hak-hak yang melekat padanya. (ibid)
  3. Keadilan menurut Lind & Tyler, digambarkan sebagai suatu situasi sosial ketika norma-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi. Namun norma-norma tentang hak dan kelayakan tersebut sering hanya dilihat dari sisi yang diberikan atau yang diterima (distribusi) dan kurang menekankan pada sisi proses atau prosedur dan interaksi dalam suatu lembaga atau komunitas. Hal inilah, antara lain, yang mendorong makin derasnya kajian tentang konsep  keadilan perspektif Psikologi. (ibid)
  4. Dalam Psikologi, berkembang tiga macam keadilan, yaitu :
a)      Keadilan Prosedural
Menurut Laventhal yang dikutip oleh Faturochman, prosedur di dalam suatu kelompok, organisasi ataupun lembaga kemasyarakatan dapat dikatakan adil bila memenuhi enam aturan berikut : (hal. 23-24)
1)      Konsistensi, yaitu setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam suatu prosedur yang sama juga konsisten dari waktu ke waktu.
2)      Minimalisasi bias, baik itu bias yang bersumber dari kepentingan individu maupun bias yang bersumber dari doktrin yang memihak.
3)      Informasi yang akurat. Informasi yang dibutuhkan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap.
4)      Dapat diperbaiki. Suatu prosedur yang adil akan mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul.
5)      Representatif. Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang bersangkutan sehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka.
6)      Etis. Prosedur yang adil harus berdasarkan standar etika dan moral.
Adapun komponen untuk menegakan dan menjaga keadilan prosedural, menurut Laventhal, ada enam, yaitu : (hal. 24-25)
1)      Ada agen yang berfungsi mengumpulkan informasi dan membuat keputusan.
2)      Ada aturan yang jelas dan kriteria yang baku.
3)      Ada tindakan nyata untuk mengumpulkan dan menayangkan informasi.
4)      Ada struktur dan hierarkhi keputusan.
5)      Keputusan yang dibuat selalu disampaikan secara terbuka kepada semua pihak yang bersangkutan.
6)      Prosedur harus selalu dijaga agar tetap standar melalui pengawasan dan pemberian sanksi bila ada penyimpangan.
b)      Keadilan Distributif
Menurut filosof Aristoteles yang dikutip oleh Faturochman, keadilan distributif berkaitan dengan distribusi fungsi-fungsi atau peran diantara anggota masyarakat. Banyak hal bisa didistribusikan dalam masyarakat, seperti jabatan, uang, kekayaan, dan lain-lain. Sedangkan menurut ekonom Adam Smith, keadilan distributif terdiri dari tindakan-tindakan yang bermaksud baik bagi orang lain dalam bentuk memberikan miliknya untuk orang lain, memperkenankan orang lain menggunakan hak milik itu, melakukan kemurahan hati bagi orang lain. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa Adam Smith membatasi lingkup keadilan distributif secara lebih sempit dibandingkan Aristoteles. (hal. 33)
Sependapat dengan Aristoteles, Yamagishi yang dikutip oleh Faturochman, mengemukakan bahwa keadilan distributif dalam psikologi meliputi segala bentuk distribusi diantara anggota kelompok dan pertukaran antar pasangan. Keadilan distributif yang dimaksud tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi juga meliputi pembagian, penyaluran, penempatan, dan pertukaran. (hal. 34)
Menurut Deutsch yang dikutip oleh Faturochman, keadilan distributif berkaitan dengan distribusi keadaan dan barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu. Kesejahteraan tersebut meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi dan sosial. Karena tujuan distribusi di sini adalah kesejahteraan, maka yang didistribusikan biasanya berhubungan dengan sumber daya, ganjaran atau keuntungan, juga termasuk ongkos atau biaya dan resiko. (hal. 34)
Menurut Deutsch, keadilan atau ketidakadilan distributif dapat dilihat pada tiga tingkatan, yaitu nilai-nilai, peraturan dan implementasi peraturan. Nilai-nilai keadilan distributif sangat bervariasi. Setiap nilai mempunyai  tujuan dan kesesuaian dengan kondisi tertentu. Adapun nilai-nilai yang telah teridentifikasi berkaitan dengan cara-cara distribusi adalah sebagai berikut : (hal. 35-46)
1)      Distribusi secara Proporsional
2)      Distribusi Merata
3)      Distribusi berdasarkan Kebutuhan
4)      Distribusi berdasarkan Permintaan dan Penawaran di Pasar
5)      Distribusi yang Mengutamakan dan Menguntungkan Orang Lain
6)      Kepentingan Bersama di atas Kepentingan Pribadi
c)      Keadilan Interaksional
Menurut Tyler yang dikutip oleh Faturochman, dalam keadilan interaksional diasumsikan bahwa manusia sebagai anggota kelompok masyarakat sangat memperhatikan tanda-tanda atau simbol-simbol yang mencerminkan posisi mereka dalam kelompok. Menurutnya, ada tiga hal pokok yang dipedulikan dalam interaksi sosial yang kemudian dijadikan aspek penting dari keadilan interaksional, yaitu : (hal. 47-53)
1)      Penghargaan
Penghargaan, khususnya penghargaan terhadap status seseorang, tercermin dalam perlakuan, khususnya dari orang yang berkuasa terhadap anggota kelompok. Makin baik kualitas perlakuan penguasa terhadap anggotanya maka interaksinya dinilai makin adil. Perlakuan yang menunjukan penghargaan terhadap orang lain bisa dalam bentuk kata-kata, sikap ataupun tindakan, misalnya, memuji atas tindakan yang benar atau hasil yang baik, respons yang cepat terhadap pertanyaan atau persoalan, membantu, dan lain-lain.
2)      Netralitas
Aspek ini mengandung makna bahwa dalam melakukan relasi sosial tidak ada perlakuan dari satu pihak yang berbeda-beda terhadap pihak lain. Netralitas dapat dicapai bila dasar-dasar dalam pengambilan keputusan, misalnya, menggunakan fakta, bukan opini, yang objektif dan validitasnya tinggi.
3)      Kepercayaan
Menurut Lewicki & Bunker yang dikutip oleh Faturochman, kepercayaan adalah harapan pihak lain dalam melakukan hubungan sosial, yang di dalamnya tercakup risiko yang berasosiasi dengan harapan itu. Artinya, bila seseorang mempercayai orang lain, ketika hal itu tidak terbukti ia akan menerima konsekuensi negatif seperti merasa dikhianati, kecewa, dan marah. Menurut mereka, yang menentukan tingkat kepercayaan satu pihak terhadap pihak lainnya adalah disposisi individu, situasi, dan pengalaman atau sejarah hubungan kedua belah pihak.



[1]  Asghar ali engineer, islam dan teologi pembebasan. (yogyakarta, pustaka pelajar; 2003) hal 57
[2] ibid., hal 58
[3] faturacman keadilan perspektif psikologi. (yogyakarta, pustaka pelajar, 2002) hal. 9
[4]

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post