Friday, 6 November 2015

RINCIAN KODE ETIK PROFESI HAKIM INDONESIA

RINCIAN KODE ETIK PROFESI HAKIM DI INDONESIA

Uraian mengenai kode etik hakim meliputi: Ketentuan umum, pedoman tingkah laku, komisi kehormatan profesi hakim, dan penutup. Adapun deskripsi lebih terperinci dari bagian kode etik profesi hakim tersebut adalah sebagai berikut :
            Bab I ketentuan umum pasal 1 berisi ketentuan umum. Pada bagian ini menguraikan maksud dari istilah kode etik, pedoman tingkah laku, komisi kehormatan profesi hakim, azas peradilan yang merupakan ketentuan yang ada, dan juga maksud dari dibentuknya kode etik profesi hakim. Pertama, sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter dan pengawasan tingkah laku hakim. Kedua, sebagai sarana control sosial, pencegah campur tangan ekstra judicial serta pencegah timbulnya konplik antar sesama anggota juga terhadap masyarakat. Ketiga sebagai jaminan peningkatan moralitas dan kemandirian  hakim, keempat menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.[1] Selanjutnya,
            Bab II mengatur tentang pedoman tingkah laku (Code of Conduct) hakim yang merupakan penjabaran dari kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi hakim Indonesia, yang tercermin dalam lambang hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim". Pasal ini menjelaskan bagaimana kepribadian yang harus di miliki seorang hakim. Kartika artinya Hakim Indonesia adalah memiliki sifat percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cakra, yaitu mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan. Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa. Sari, yaitu bersifat jujur.[2] Dan juga dijelaskan bagaimana sikap hakim dalam persidangan yang telah tercantum dalam tata aturan hukum acara yang berlaku, sikap terhadap sesama rekan, terhadap bawahan atau pegawai, terhadap masyarakat, terhadap keluarga atau rumah tangga. Serta kewajiban dan larangan bagi hakim tersebut.
            Bab III mengatur tentang komisi kehormatan profesi hakim sebagai lembaga yang di bentuk dari tingkat pusat sampai daerah.[3] Lembaga ini bertugas memberikan pembinaan, meneliti dan memeriksa atas pelanggaran yang dilakukan.[4] Kemudian diberikan sanksi baik dari tahap teguran sampai  pemberhentian sebagai anggota IKAHI.[5] Komisi kehormatan profesi hakim tersebut dalam memproses pelanggaran melalui mekanisme hukum acara dari mulai pemanggilan, pemeriksaan, pembelaan dan putusan dengan tata cara pengambilan putusan dalam majelis hakim.
            Bab IV penutup berisi tentang berlakunya kode etik profesi hakim. Dalam bab terakhir ini disebutkan bahwa kode etik profesi hakim berlaku sejak disyahkan oleh musyawarah nasional (MUNAS) ke XIII tanggal 30 Maret 2001.
            Dari sistematika kode etik profesi hakim tersebut, maka yang menjadi bahasan dalam penyusunan penelitian ini adalah ketentuan-ketentuan mengenai hukum materiilnya yaitu dari Bab II.
            Adapun uraian mengenai Kode Etik Profesi hakim meliputi sifat-sifat hakim, sikap hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan, terhadap bawahan, terhadap masyarakat, terhadap keluarga atau rumah tangga serta kewajiban dan larangan profesi hakim.
            Sifat hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :
1.    Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.    Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan.
3.    Candra, yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa.
4.    Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela.
5.    Tirta yaitu sifat jujur.
                        Adapun Setiap Hakim Indonesia memepunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya :
A. Dalam persidangan :
1.  Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam hukum acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu :
a      Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk mengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.
b      Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajukan bukti-bukti serta memperoleh imformasi dalam proses pemeriksaan.(a fair hearing).
c      Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resua).
d     Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentation of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controlerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggungjawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparency) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e      Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia.
2.  Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3.  Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
4.  Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5.  Bersungguh-sunguh mencari kebenaran dan keadilan.
B. Terhadap Sesama Rekan
1.  Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan.
2.  Memiliki rasa setia kawan, tenggang rasa dan saling menghargai antara sesama rekan.
3.  Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap  korps Hakim secara wajar.
4.  Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
C. Terhadap Bawahan atauPegawai
1.  Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2.  Membimbing bawahan atau pegawai untuk mempertinggi pengetahuan.
3.  Harus mempunyai sikap sebagai sebagai seorang bapak atau Ibu yang baik.
4.  Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan atau pegawai.
5.  Memberi contoh kedisiplinan.

D. Terhadap Masyarakat.
1.  Menghormati dan menghargai orang lain.
2.  Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri
3.  Hidup sederhana.
E. Terhadap keluarga atau rumah tangga
1.  Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan.
2.  Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.
3.  Menyelesaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.
            Selain dijelaskan tentang sifat dan sikap hakim juga terdapat ketentuan kewajiban dan larangan profesi hakim
1.  Kewajiban :
a      Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak(impartial).
b      Sopan dalam bertutur dan bertindak.
c      Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar.
d     Memutus perkara berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan.
e      Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
            2. Larangan :
a      Melakukan kolusi dengan sipapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani.
b      Menerima suatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara.
c      Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar cara persidangan.
d     Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.
e      Melecehkan sesama hakim, jaksa, penasehat Hukum para pihak berperkara, ataupun pihak lain.
f       Memberikan komentar terbuka atas putusan hakim lain, kecuali dikeluarkan dalam rangka pengkajian ilmiah.
g      Menjadi anggota atau salah satu partai Politik dan pekerjaan atau jabatan yang dilarang undang-undang.
h      Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya. 
            Uraian tersebut di atas merupakan standar minimal dalam pelayanan hukum bagi seorang hakim. Apabila pelayanannya terdapat kesalahan baik yang diperbuat dengan sengaja maupun tidak sengaja atau melebihi batas wewenangnya maka dia dapat dikenakan sanksi baik berupa teguran, skorsing, maupun pemberhentian sebagai anggota Ikatan hakim Indonesia.[6] Adapun proses pemeriksaannya dilakukan secara tertutup yang sebelumnya diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri dan kemudian dari hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota komisi kehormatan profesi hakim dan yang diperiksa. Keputusan dari hasil pemeriksaan itu diambil sesuai dengan tata cara pengambilan putusan dalam majlis hakim.


                [1]  Bab I Pasal  2 Butir ( 1-4).

                [2] Bab II Pasal  3 ayat (1-5).

                [3] Bab III Pasal  6 Butir (a-b).

                [4] Bab III Pasal  8 ayat (1)  butir (a-c)

                [5] Bab III Pasal  9 ayat (1-3)
                [6] Bab III Pasal 9 Ayat (1-3).

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post