Saturday 31 October 2015

ASAL USUL INTEGRASI ILMU


ASAL USUL INTEGRASI ILMU 


Maraknya kajian dan pemikiran integrasi keilmuan (islamisasi ilmu pengetahuan) dewasa ini yang santer didengungkan oleh kalangan intelektual Muslim, antara lain Naquid Al-Attas dan Ismail Raji’Al-Faruqi[1], tidak lepas dari kesadaran berislam di pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan ilmu teknologi. Ia, misalnya berpendapat bahwa umat islam akan maju dan dapat menyusul Barat manakala mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu, atau sebaliknya, mampu memahami wahyu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Usaha menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad ke-9, meski mengalami pasang surut. Pada masa Al-Farabi (lahir tahun 257 H / 890 M) gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi penyelidikan hidup subur dan mendapat tempatnya. Gagasan kesatuan dan hierarki ilmu ini, menurut Al-Farabi, berakar pada sifat hal-hal atau benda-benda.
Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber utamanya hanya satu, yakni intelek Tuhan. Tak peduli dari saluran mana saja, manusia pencari ilmu pengetahuan mendapatkan ilmu itu (Osman Bakar, 1998: 612). Dengan demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadis.
Empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama:
a.    Munculnya anbivalensi dalam sistem pendidikan islam
b.    Munculnya kesenjangan antara sistem pendidikan islam dan ajaran islam
c.    Terjadinya disintegrasi sistem pendidikan islam
d.   Munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam
Menurut Al-Ghazali,ilmu-ilmu agama Islam terdiri dari:
a.    Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (ilmu ushul) yang meliputi ilmu tauhid, ilmu tentang kenabian, ilmu tentang akhirat, dan ilmu tentang sumber pengetahuan religius.
b.    Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip cabang yaitu ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan, ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat, dan ilmu tentang kewajiban manusia terhadap jiwanya sendiri.
Selanjutnya, Al-Ghazali membagi kategori ilmu-ilmu umum kedalam beberapa ilmu yaitu:
a.    Matematika, yang terdiri dari aritmatika, geometri, astronomi dan astrologi, dan musik
b.    Logika
c.    Fisika atau ilmu alam, yang terdiri dari kedokteran, meteorologi, minerologi, dan kimia
d.   Ilmu-ilmu tentang wujud di luar alam atau metafisika, meliputi ontologi, pengetahuan tentang esensi, pengetahuan tentang subtansi sederhana, pengetahuan tentang dunia halus, ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian, dan ilmu menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak.



[1] Ismail Raji’Al-Faruqi, Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan, (tanpa kota: tanpa penerbit, 1995). Hal. ix-xii.

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post