Dalam hal pembaharuan, pemikiran Mustafa Kemal banyak
dipengaruhi ide golongan nasionalis Turki dan ide golongan Barat. Menurutnya
Turki bisa maju hanya dengan meniru Barat. Setelah perjuangan kemerdekaan
selesai, perjuangan baru dimulai, yaitu perjuangan untuk memperoleh dan
mewujudkan peradaban Barat di Turki. Peradaban Barat bukan diambil
setengah-setengah, tetapi secara keseluruhan. Westernisme, sekularisasi, dan
nasionalisme yang menjadi dasar pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal.[1] Ideologi yang dibangun Mustafa Kemal tersebut sering
kali dikenal dengan “Kemalisme”. Marshal Hodgson mengatakan bahwa Kemalisme
terdiri dari enam prinsip. Pertama, republikanisme yaitu prinsip
pemerintahan konstitusional atas dasar pemilihan. Kedua, nasionalisme
yaitu pemerintahan yang didasarkan kepada pengembangan kebudayaan nasional yang
spesifik dan menekankan loyalitas dalam menjalankan pemerintahan. Ketiga,
populisme yaitu pengakuan pada martabat rakyat. Keempat, etatisme yaitu
Negara menjadi penanggung jawab utama dan penyelenggara kemakmuran ekonomi. Kelima,
sekularisme yaitu penolakan terhadap hak istimewa agama dan pemisahan agama
dari kehidupan politikdan kenegaraan. Keenam, reformisme yaitu
melanjutkan penerapan hal-hal baru dan dipandang lebih baik, meskipun dengan
mengorbankan tradisi.[2] Akhirnya,
pada tanggal 29 Oktober 1923 Mustafa Kemal memproklamasikan kelahiran Republik
Turki sebagai metamorphosis dari imperium Utsmaniyah.[3]
Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Mustafa Kemal
(Kemalisme) adalah:
a. Pemisahan antara pemerintahan dengan agama
(sekularisasi) (1920).
b. Kedaulatan Turki bukan di tangan sultan, tapi di
tangan rakyat.
c. Jabatan khalifah dipertahankan, tapi hanya
memiliki kewenangan spiritual; sedangkan kewenangan duniawi ditiadakan (1922).
d. Merubah bentuk Negara dari bentuk khilafah menjadi
Republik, dan Islam menjadi agama Negara (1923).
e. Turki mendeklarasikan sebagai Negara sekuler
dengan menghapus Islam sebagai Negara (1937) [4]
Sebelum menjadi Negara sekuler, Mustafa Kemal telah
meniadakan institusi-institusi keagamaan dalam pemerintahan:
2) Penghapusan Kementerian Syariat;
3) Penghapusan Mahkamah Syariat.
Sebagai bagian dari proses sekularisasi, Mustafa
Kemal kemudian memutuskan untuk:
1) Meniadakan pelajaran Bahasa Arab dan Persia di
sekolah-sekolah (1928);
2) Meniadakan pendidikan agama di sekolah-sekolah
(1933);
3) Penerjemahan al-Qur‟an ke dalam Bahasa Turki agar dipahami oleh masyarakat;
5) Adzan dirubah ke dalam Bahasa Turki bukan Bahasa
Arab yang dimulai pemakaiannya pada tahun 1931;
6) Sekularisasi berpusat pada kekuasaan karena
golongan. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang,
seperti Partai Islam, Partai Kristen, dan sebagainya. Yang paling ditentangnya
adalah ide Negara Islam dan pembentukan Negara Islam.
Mustafa Kemal sebagai nasionalis dan pengagung Barat
sebenarnya tidak menentang Islam baginya Islam adalah agama yang rasional dan
perlu bagi umat manusia. Tetapi, agama yang rasional itu telah dirusak oleh
tangan manusia. Oleh sebab itu, melihat perlunya diadakan pembaharuan dalam
soal agama untuk disesuaikan dengan keadaan di Turki. Sekularisasi yang
dijalankan Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama.[7]
[2] Marshal GS. Hodgson, The Venture of Islam (Chicago:
The University of Chicago Press, 1974), hlm. 263.
[3] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., hlm. 219
[5] Ajid Thohir, Op. Cit, hlm. 220.
[6] Dedi Supriyadi, Op. Cit, hlm. 267-268
[7] Fadil Sj, Op. Cit, hlm. 264-266.
No comments:
Post a Comment