Thursday 15 October 2015

EKONOMI ISLAM


                  Ekonomi Islam


Dalam bagian yang komprehensif Hukum Islam telah menerangkan tentang aturan berekonomi, termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti produksi, distribusi dan konsumsi. Ungkapan ini merupakan pernyataan yang melegitimasi bahwa Islam dengan al Qurannya telah mengatur sistem ekonomi yang sempurna. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam mampu mengimbangi perkembangan sistem ekonomi yang berlaku di kalangan umat manusia.
Dalam perkembangan dewasa ini, ada dua sistem ekonomi yang paling berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi yang mengizinkan dimilikinya alat-alat produksi oleh pihak swasta, sedangkan sistem ekonomi Sosialis merupakan kebalikan dari sistem ekonomi Kapitalis yakni suatu sistem ekonomi di mana pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi; hingga dengan demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang dihapuskan sama sekali.
Pada gilirannya, sistem ekonomi yang dianut oleh sekelompok manusia sesungguhnya berfungsi untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu yang memiliki nilai yang ditetapkan dan bergantung kepada prioritas masyarakat atau negara penganut sistem tersebut. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin prioritas antara satu sistem ekonomi dengan ekonomi lainnya berbeda. Sistem Ekonomi Kapitalis lebih memprioritaskan individu dari pada kelompok, sedangkan sistem ekonomi sosialis lebih memprioritaskan kepentingan negara daripada kepentingan individu[1].
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi diatas, Islam menerapkan sistem ekonominya dengan menggunakan moral dan hukum bersama untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada al-Qur‟an dan al-Sunnah.
Berdasarkan uraian itu, dapat dipahami bahwa ekonomi menurut Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al Quran dan al-Sunnah, dan merupakan bangunan yang didirikan diatas landasan- landasan tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. Sehubungan dengan hal tersebut, al Quran dan al-Sunnah sebagai sumber hukum Islam memegang peranan penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian menurut Islam.
Prinsip-prinsip utama dalam Islam berkenaan dengan sistem ekonomi adalah dengan hajat manusia terhadap ekonomi, ciri-ciri ekonomi Islam, dan kebebasan ekonomi menurut Islam. Selain hal-hal tersebut, Islam dengan al-Qur‟an dan al-Sunnahnya juga menyinggung persoalan-persoalan yang berkaitan dengan faktor produksi, kerja menurut Islam, hak milik menurut Islam, akad dan pendayagunaan harta Konsep Islam tentang hakikat manusia menegaskan bahwa manusia itu adalah makhluk Allah, yang Allah menjadikan kepada pandangan manusia kecintaan kepada segala sesuatu yang diingini syahwatnya.
“dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” Ali Imran : 14
Namun demikian, Islam memperkenalkan manusia dengan menjelaskan pula fungsinya, yaitu disamping sebagai abid yang bertugas untuk beribadah kepada-Nya, juga sebagai khalifah yang bertugas mengurus bumi dengan seluruh isinya dan berkewajiban untuk memakmurkannya sebagai amanah dari Allah.
“Dan Dia yang menjadikan kamu kholifah-kholifah d bumi dan meninggikan sebagaian kamu atas sebagaian (yang lain) beberapa derajat, untuk menguji kamu melalui apa yang diberikan-Nya kepada kamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-An’am, Ayat; 165
Penjelasan diatas membuktikan konsep hakikat manusia menurut Islam berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh paham kapitalisme dan sosialisme. Kapitalisme mempunyai asumsi bahwa manusia itu serakah dan materialistis. Sedangkan sosialisme memahami hakikat manusia kepada dua jenis, yaitu hakikat manusia secara umum di mana manusia seperti yang dijumpai sehari-hari serakah dan materialistis dan hakikat manusia sebagai hasil dari suatu proses sejarah.
Konsep manusia itu sangat menentukan terhadap jalan yang ditempuh manusia dalam upaya merealisir kebutuhan hidupnya. Upaya memenuhi, menghasilkan dan membagikan kebutuhan manusia ini dinamakan dengan ekonomi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konsep Islam dalam kegiatan ekonomi tidak hanya bertujuan untuk kehidupan dunia semata, tetapi bertujuan pula untuk kehidupan akhirat.
Selain itu, ekonomi menurut Islam memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dari sistem ekonomi hasil penemuan manusia. Diantara ciri-ciri tersebut adalah, bahwa ekonomi merupakan bagian dari sistem Islam secara integral dan ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”, Al Qashash: 77.
Karena ekonomi menurut Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah, kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.", Hasyr ; 7
Ciri yang pertama merupakan ciri pembeda dengan sistem ekonomi hasil penemuan manusia yang memisahkan antara kehidupan ekonomi dan agama. Sedangkan ciri yang kedua merupakan ciri yang membedakan dengan sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis, dimana sistem kapitalis lebih mendahulukan kepentingan individu dan sistem Sosialis lebih mendahulukan kepentingan umum, sekalipun hak individu harus dilanggar.
Seiring dengan itu, Islam juga memberikan kebebasan kepada individu dan berekonomi, tidak seperti yang ditentukan oleh sistem Sosialisme; tetapi, Islam juga tidak melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan oleh sistem Kapitalis. Hal ini berarti bahwa kebebasan ekonomi menurut Islam adalah kebebasan yang terikat. Artinya, Islam tidak mengizinkan kepada individu kebebasan yang mutlak, tetapi mengikatnya kebebasan itu dengan batas-batas dari nilai-nilai Syari‟at. Islam menekankan bahwa kemerdekaan individu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi itu, terikat oleh syariat Islam
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu, dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku, dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya, Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.", Annisa :29
Individu dalam Islam diberikan kebebasan melakukan kegiatan ekonomi selama tidak dilarang oleh nash.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”, Al Baqoroh : 275
Berdasar pada uraian di atas dapat dipahami bahwa pengakuan Islam akan kebebasan ekonomi dengan menentukan ikatan-ikatan adalah bertujuan untuk merealisasikan dua hal. Pertama, agar kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam syari'at Islam. Kedua, terjaminnya hak negara dalam ikut campur, baik untuk mengawasi kegiatan ekonomi terhadap individu maupun untuk mengatur atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu ditangani oleh individu atau tidak mampu untuk mengeksploitasinya dengan baik[2].




[1] Ahmad Muhammad al-„Assal dan Fathi Ahmad „Abdul Karim. Sistem Ekonomi Islam: Prinsip-Prinsip dan tujuan-tujuannya. Terjemahan oleh Abu Ahmadi dan Umar Sitanggal. (Jakarta: Bina Ilmu, 1980), h. 11
[2] Ahmad Muhammad al-Assal, op-cit., h. 79-80

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post