ilmu hadist
Para muhadditsin mengemukakan
hal-hal yang dapat digunakan untuk menafsirkan keghariban matan hadits, di
antaranya, pertama, mencari dan menelaah hadits yang sanad-nya
berlainan dengan yang ber-matan gharib, Kedua, memperhatikan penjelasan
dari sahabat yang meriwatkan hadits atau sahabat yang lain yang tidak
meriwayatkan, Ketiga emperhatikan penjelasan dari rawi selain sahabat.[1]
Contoh matan hadits gharib yang
ditafsirkan dengan hadits yang berasanad lain, seperti sebuah hadits Muttafaqun
‘alaih yang diriwayatkan oleh ibnu Umar r.a. tentang ibnu syayyad :
قال النبي
صلى الله عليه وسلم إني خبأت لك خبيئا, فماذا ؟ قال إبن صياد : هو الدخ ! قال
النبي صلى الله عليه وسلم : إخسأ ! فلن تعدو قدرك
“Nabi Muhammad saw. Berkata : saya menyimpan sesuatu
untukmu, apa itu ? sahut ibnu Shayyad: yaitu asap. Salah ! kata Nabi saw., kamu
tidak akan lepas secepat pperkiraanmu.”[2]
Lafadh addukhkhu dalam
hadits tersebut adalah lafadh yang gharib. Menurut uraian yang dikemjkakan oleh
Al-Jauhari, lafadh addukhkhu tersebut berarti asap(menurut
pengertian bahasa), tetapi menurut pendapat yang lain berate tumbuh-tumbuhan.Bahkan
ada sebagian yang mengatikan dengan jima’.
Untuk
mendapatkan penafsiran yang tepat, kita berusaha mendapatkan sanad selain sanad
Bukhary-Muslim. Ternyatakita dapati pentakhrijan hadits Abu Dawud dan
At-turmidzy yang bersanadkan Az-Zuhri, salim dan Ibnu ‘Umar r.a. memberikan
penafsiran terhadap kegharibannya. Kata Ibnu ‘Umar :
النبي إن صلى الله عليه وسلم خبأله ( يوم تأتى السماء بدخان مبين)
فأدرك ابن صياد البعض عادةالكهان فى اختطاف بعض الشيئ من الشياطين من غير وقوف على
تمام البيان, فقال : هو الدخ
“Sautu ketika nabi Muhammad saw. menyembunyikan
untuk Ibnu Shayyad, ayat :( tunggulah sampai langit mengumpulkan
asap-asap yang nyata ), lalu Ibnu Shayyad mendapatkan sesuatu alat yang biasa
dipakai tukang-tukang tenung untuk mencapai sesuatu perantaraan setan-setan,
dan tanpa berfikir panjang lagi dia menjawab: itulah asap…”[3]
Dengan
bantuan dari hadits Abu Dawud dan At-Turmidzy tersebut, maka lafadhaddukhkhu itu
dapat diketahui artinya, yitu asap.
C. Perintis
Ilmu Gharib al-Hadits dan Kitab-kitabnya
Menurut sejarah , orang yang
mula-mula berusaha untuk mengumpulkan lafadh yang gharib adalah Abu Ubaidah
Ma’mar ibn Al-mutsanna (w.210 H ), kemudian dikembangkan oleh Abdul Hasan
Al-Mazini (w.204 H).[4]
Tiga kitab gharib al-hadits pada
abad III H adalah susunan Abu-‘Ubaid Al-Qasimi ibn Sallam (w. 224 H), ibn
Qutaidah Ad-Dainuri (w. 276 H), dan Al-Khatththabi (w. 378 H). kitab
laiinnya sesudah itu adalah Gharib Al-qurun dan Al-Hadits susunan Al-Harawi (w.
401 H), dan Al-Faiq susunan Al-Zamaksyari. Kitab terbesar adalah An-Nihayah
susunan Ibn Al-Atsir (606 H) yang diikhtisarkan oleh As-Suyuti (w. 911 H) dalam
kitab Ad-Dur An-Natsir.[10]
Menurut sebagian ulama berpendapat bahwa
promoter ilmu gharib hadits adalah Abu-Hasan An-Nadlr bin Syamil Al-Mazini,
seorang ulama ilmu nahwu, yang meninggal pada tahun 240 H. Ia adalah seorang
guru dari Imam Ishaq bin Rawaih.[11]
No comments:
Post a Comment