Tuesday 13 October 2015

PERANG JAMAL

Sebagian Ahli sejarah mengatakan Langkah awal yang dilakukan oleh Thalhah dan zubair ialah berangkat ke Mekkah untuk berdiplomasi dengan Aisyah (dan disinyalir memang punya hubungan keluarga dengan Thalhah), setelah mereka berhasil meyakinkan Aisyah maka Aisyah kemudian bertanya “apa yang harus saya lakukan?”Dengan tangkas Thalha dan Zubair menjawab bahwa “sampaikan kepada masyarakat bahwa Usman telah dibunuh secara zalim, dan urusan harus diserahkan kepada Dewan Muslim yang dibentuk Umar ibn Khattab”.[1]
Bergabungnya Aisyah dalam barisannya, jelas merupakan langkah maju bagi Thalha dan Zubair, apalagi dengan dideklarasikannya penanggung jawab pengusutan kasus kematian Usman bin Affan kepada Dewam Muslim yang juga dianggotai oleh Thalha, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waaqqash.
Menurut Ibn Abi Al-Hadid bahwa salah satu motif yang menguatkan posisi Thalhah dan Zubair untuk melakukan pemberontakan karena hasutan dari Mu’awiyah, isu yang ditawarkan oleh Mu’awiyah kepadanya untuk diangkat sebagai legitimasi pemberontakan ialah menuntut balas atas kematian Usman. Dan setelah meyakinkan Zubair  akan loyalitas masyarakat Suriah terhadapnya sebagai khalifah, Mu’awiyah melanjutkan bahwa segeralah ke Kufah dan Bashrah sebelum Ali bin Abi Thalib mendahuluimu kesana, karena kalian tidak akan memperoleh apa-apa jika kalian kehilangan kedua kota tersebut.[2]
Akhir dari kualisi-kualisi taktis politis ini ialah meletusnya perang Jamal di Basrahpada tanggal 16 Jumadil Tsani 36 H / 6 Desember 656M.[3] Dikatakan perang Jamal, karena Aisyah ikut serta dalam peperangan ini dengan mengendarai unta. Dan saat perang tersebut berlangsung Zubair berkata kepada Ali bahwa anda tidak lebih berhak atau tidak lebih memenuhi syarat untuk memegang jabatan khalifah, melainkan kami (Zubair, Thalhah dan Sa’ad bin Abi Waqqas) pun sama-sama memiliki hak dan sama-sama memenuhi syarat untuk itu.[4]
Meski dukungan demi dukungan mereka berhasil dapatkan untuk melakukan konfrontasi di Perang Jamal nantinya, tapi fakta dalam sejarah membuktikan bahwa mereka ternyata berhasil ditaklukkan oleh barisan Ali bin Abi Thalib. Tokoh-tokoh penggerak perang tersebut dapat dipatahkan, hingga dalam sejarah tercatat bahwa Thalhah terbunuh  oleh anak panah yang dibidikkan oleh Marwan ibn Al-Hakam. Melihat nasib sekutunya, Zubair segera meninggalkan medan perang, namun ia diburuh dan dibunuh oleh seorang suku Tamim atas suruhan al-Ahnaf ibn Qais (pemuka Anshar/pendukung setia Ali bin Abi Thalib).
Kebanyakan dari para sejarah muslim mengatakan saat Aisyah mengirim berita kepada Ali bin Abi Thalib untuk menyampaikan bahwa sesungguhnya ia datang untuk berdamai. Maka kedua belah pihak pun gembira menyambutnya.Dan saat itu pula rencana perdamaian terdengar ke telinga orang-orang yang telah membunuh Utsman dan mereka Khawatir atas keselamatan diri mereka. Maka berkumpullah sebagian tokohnya diantaranya, al-Asytar an Nakha’I, Syuriah bin Aufa, Abdullah bin Saba, yang dikenal dengan Ibnu Sauda, Salim bin Tsa’laba, dll untuk membicarakan rencana yang ingin mereka kerjakan untuk menimbulkan peperangan yang terjadi antara kubu Ali dan Aisyah,
Rencana para pemberontak terlaksana dan terjadilah peperangan antara kubu Ali dan Aisyah yang disebut dengan perang Jamal
Pada hakekatnya Ali bin Abi Thalib tidak menyukai yang namanya perselisihan dan perpecahan hal ini seperti apa yang disampaikan Ali bin Abi Thalib kepada putranya, al-Hasan,” Wahai putraku, alangkah baik sekiranya ayahmu mati dua puluh tahun sebelum hari ini.” Dan dalam peperangan itu dimenagkan oleh kubu Ali bin Abi Thalib.



[1]Rasul Ja’farian, History of the caliphs : From the Death of  the messenger to the decline of the Umayyad Dynasty.terj. Ilyas Hasan, Sejarah Islam : Sejak Wafat Nabi Saw hingga runtuhnya Dinasti Bani Umayyah. (Cet. II, Jakarta : PT. Lentera Basritama, 2009 M), h. 307.

[2]Mahmud M. Ayoub, op.cit., h. 134
[3]K. Ali, A study of Islamic History. terj. A. Mas'adi dengan judul " Sejarah Islam dari awal sampai runtuhnya dinasti Usmani (Tarikh pra modern),  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997)  h. 138.


No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post