DASAR HUKUM GADAI
Gadai merupakan perbuatan yang halal dan dibolehkan
bahkan termasuk perbuatan yang mulia karena mengandung manfaat yang sangat
besar dalam pergaulan hidup manusia di dunia ini. Sebagaimana halnya dengan
jual beli yang merupakan faktor yang sangat penting bagi kesejahteraan dan
kemakmuran hidup manusia, sebagaiman firman Allah :
و
إن كـنـتم عـلي سـفـرولـم تـجـدواكا تـبـا فـر هـن مـقـبـو ضـة فـإ ن أمـن
بـعـضـكـم بـعـضـا فـلـيـوْدالـذي اوْ تمن أمنته وليتق الله ربه ولاتكـتموا
الـشـهادة ومـن يـكـتمـها فإنه أثم قلبـه و الله بـما تـعـلـمـون عـلـيم[1]
Dengan ayat di atas, ulama sepakat bahwa gadai
dibolehkan dalam keadaan bepergian..
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Allah
memerintahkan kepada pihak-pihak yang mengadakan perjanjian saat dalam
perjalanan tetapi tidak mampu menyediakan seseorang yang bertugas mencatat
perjanjian tersebut, untuk memperkuat adanya perjanjian, pihak yang berhutang
harus menyerahkan barang gadai kepada pihak yang menghutangi. Ini dilakukan
agar mampu menjaga ketenangan hatinya, sehingga tidak mengkhawatirkan atas uang
yang diserahkan kepada rahin.
Dasar hukum lainnya adalah hadis
Nabi SAW. Yang berbunyi sebagai berikut :
Hadis ini merupakan dasar bagi ulama yang
membolehkan gadai dalam keadaan mukim (tidak musafir) karena peristiwa itu
terjadi pada saat nabi berada di tempat.
Sunnah yang berfungsi sebagai penjelasan dari
al-Qur’an memberikan ketentuan-ketentuan umum hukum muamalah, bahwa gadai
adalah cara mendapatkan rezki yang halal, maka hadis nabi banyak yang
menerangkan perincian tentang gadai tersebut, seperti: mengenai biaya dan
pemanfaatan barang gadai baik yang bergerak maupun barang tetap.
Dalam melakukan akad gadai hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum muamalah, prinsip yang dimaksud
adalah :
a.
Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah,
kecuali yang ditentukan oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
b.
Muamalah dilaksanakan atas dasar sukarela, tanpa
mengandung unsur-unsur paksaan.
c.
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan
manfaat dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
d.
Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan,
menghidari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam
kesempitan[3].
Salah satu prinsip diatas sesuai dengan kaidah ushul
fiqh yaitu :
Dari uraian di atas dapat ditarik pengertian bahwa
sumber hukum muamalah adalah al-Qur’an dan as-Sunnah, selain itu manusia
diperbolehkan juga untuk mengatur bentuk-bentuk muamalah yang berkembang dalam
masyarakat asal tidak bertentangan dengan nash.
Sumber hukum gadai, selain al-Qur’an dan as-Sunnah,
yang diperbolehkan untuk dijadikan pegangan adalah adat istiadat yang merupakan
kebutuhan masyarakat yang bersifat positif.
[1]
Al-Baqarah (2): 283.
[2]
Imam al-Bukha>ri,S}ahih
al-Bukha>ri bab Fi Rahni Fi al-Hadits (Beirut: Da>r al-fikr, 1891),
III: 1115, Hadis riwayat al-Bukhari dari Musaddad dari Ab al-Wahid dari
al-A’mas dari Ibrahim.
[3]
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Yogyakarta :
UII Press, 2000),
hlm : 15-16.
[4] H.
Asjmuni Abd. Rahman, Qaidah-qaidah Fiqh (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1976), hlm: 42.
No comments:
Post a Comment