BAB I
PARLEMEN SEBAGAI PERKAKAS SAJA DARI YANG MEMERINTAH
Pasal 1.
Dewan dan Parlemen
Sebenarnya
perkataan Parlemen itu tiadalah boleh kita terjemahkan saja dengan perkataan
yang lebih lazim kita dengar sekarang, yaitu “Dewan”. Wujud dan keadaan kedua
anggota itu sangat berlainan sekali. Sungguhpun susah mencari kabar yang sah
dan terang, bagaimana kuasanya Sultan atau Dewan (Dewan itu anggota yang
membantu Sultan memerintah pada zaman dahulu kala). Masing-masing pada zaman
purbakala, tetapi pada sangka kita cara-cara, yang dilakonkan di komedi
bangsawan bolehlah dikatakan tiruan yang hampir sempurna.
Apabila
tuanku yang maha tinggi itu, yang bersemayam di istana saja. Bertanyakan
perihal negeri, kepada mamanda pemangku bumi atau yang mulia perdana menteri
atau lain-lain pembesar kerajaan, maka jawabnya “bumi senang padi menjadi”.
Jawab itu selalu hendaknya menyenangkan hati dan telinga yang dipertuan.
Pembesar-pembesar
itu tiadalah dipilih oleh hamba rakyat; mereka biasanya raja-raja kecil, orang
bangsawan dan terutama sekali kekasih dan kepercayaan raja. Banyaknya pula di
antara isi Dewan itu, yang suka mengambil muka pada baginda dan ingin hendak
mendapat pangkat tinggi. Dari pihak bangsawan semacam itu, yang hidup dengan
boros, hal mana menyebabkan terpaksa memeras rakyat, tentulah kita tiada boleh
mengharapkan ia terutama sekali akan menaikan keperluan rakyat atau
mengeluarkan suara yang tiada nyaman didengar oleh telinga raja.
Biasanya
pembesar-pembesar yang tersebut tiada pergi melihat dengan mata sendiri,
bagiamana hal ihwalnya rakyat. Dengan pegawai, polisi atau mata-mata mereka
merasa sudah cukup menjalankan kewajibannya. Untunglah kalau ada raja yang
adil. Tetapi keuntungan ini jarang sekali didapat; raja itu manusia juga;
lalimnya raja-raja Timur pada zaman dulu termasyur sekali.
Dengan
peringatan yang sedikit ini bolehlah kita putuskan bahwa keadaan Dewan itu
berlainan sekali dengan Parlemen masa sekarang. Seperti diterangkan tadi
anggotanya Dewan itu tidaklah dipilih oleh orang banyak, melainkan oleh raja.
Dan kalau
pembesar-pembesar itu bukan “untuk” anak rakyat melainkan musuhnya, tiadalah
ada kuasa rakyat akan memecatkannya, dan menukar yang lain yang disukainya.
Lain halnya Parlemen (Nanti kita memberi keterangan yang lebih lanjut tentang
sesuatu Parlemen).
Anggotanya
dipilih orang banyak dan mereka itu ada berkuasa akan memeriksa pekerjaan
wakilnya itu.
Kalau
kita pikir lagi, bahwa anggota-anggota Dewan itu asalnya dari golongan yang tinggi
yang tiada campur dengan orang banyak, tiada merasa susahnya si Kromo (orang
kecil), tiadalah kita sia-sia mengatakan yang anggota Dewan bukan wakil rakyat
dan tiadalah kita heran, kalau keperluan mereka itu berlawanan dengan keperluan
rakyat.
Kuasanya pun
Dewan itu tidaklah berbandingan dengan Parlemen. Dewan itu gunanya untuk
memberi suara saja, sungguhpun suara itu seperti diterangkan tadi, bukan
suaranya orang banyak. Raja tiada perlu mendengarkan atau memperdulikan suara
dan nasehat itu.
Tetulah
ada juga kesamaan Dewan dengan Parlemen, yaitu dalam hal gunanya; keduanya
bermaksud akan memerintah negeri, seperti ada juga kesamaan antara gerobak
dengan kereta api, yaitu pengangkut barang. Tetapi seperti gerobak bukan kereta
api, demikianlah juga Dewan itu bukan Parlemen.
Nanti
kalau keadaan, kuasa dan gunanya Parlemen diuraikan lebih dalam dan lanjut,
bolehlah kita merasa, perbedaan kedua bahwa Dewan pada zaman kuno boleh
digulak-gulingkan oleh raja menurut sekehendak hatinya pada tiap-tiap ketika,
sedangkan di negeri yang berparlemen sejati zaman sekarang raja itu haruslah
mengikuti saja apa kemauan Parlemen, meskipun tiada setuju dengan paham atau
kemauannya.
No comments:
Post a Comment