Thursday 15 October 2015

PEMBERDAYAAN EKONOMI

PEMBERDAYAAN EKONOMI

Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga/ kekuatan, proses, cara, perbuatan memberdayakan.[1]Pemberdayaan adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya
Pemberdayaan diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan
Ekonomi masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan nasional.[2]
Konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut, pertama, Bahwa proses pemusatan kekuasan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi, kedua, Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran, ketiga, Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi, keempat Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless).[3]
Dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat sasaran sangat diperlukan, bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada kelompok miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka tentukan. Disamping itu masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk mengelola dananya sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil zakat, inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan masyarakat. Perlu difikirkan siapa sesungguhnya yang menjadi sasaran pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun, dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan yang dipandang paling relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas maupun dalam menjalankan fungsi pembangunan. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjalin adanya proses kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan usahawan swasta.[4]
Dalam kondisi ini mengetengahkan tiga pilar yang harus diperlukan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan masyarakat yang hendaknya menjalin hubungan kemitraan yang selaras. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri, kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Pemberdayaan masyarakat hendaknya mengarah pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses.
Ada dua upaya agar pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa dijalankan, diantaranya pertama, mempersiapkan pribadi masyarakat menjadi wirausaha. Karena kiat Islam yang pertama dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan bekerja. Dengan memberikan bekal pelatihan, akan menjadi bekal yang amat penting ketikaakan memasuki dunia kerja.
Program pembinaan untuk menjadi seorang wiraswasta ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, diantaranya, memberikan bantuan motivasi moril Bentuk motivasi moril ini berupa penerangan tentang fungsi, hak dan kewajiban manusia dalam hidupnya yang pada intinya manusia diwajibkan beriman, beribadah, bekerja dan berikhtiar dengan sekuat tenaga sedangkan hasil akhir dikembalikan kepada Dzat yang Maha Pencipta. Bentuk-bentuk motifasi moril itu adalah pelatihan usaha dan pemodalan.
Dalam jurnal Istiqomah, Pengembangan Masyarakat Islam menjelaskan adanya lima dalam memberdayakan umat antara lain, pertama, Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial dimana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan spiritual) dapat terpenuhi.
Kedua, Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian dari pihak yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki,
 Ketiga, Pemberdayaan masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya.
Keempat, Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai kehadiran tetapi kontribusi tahapan yang mesti dilalui oleh suatu dalam program kerja pemberdayaan masyarakat, kelima, Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan tatkala masyarakat itu sendiri tidak memiliki daya ataupun bekal yang cukup.
Kelima prinsip turunan tersebut sebenarnya cerminan aktualisasi nilai Islam dalam memberikan pandangan hidup sehingga menunu tatanan kehidupan yang berdaya dan sejahtera. Kunci keberhasilan tersebut yakni penyatuan antara dimensi material dan spritual dalam kehidupan sosial.[5]



[1] 1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 242
[2] Todaro, Michael P, dan Smith, Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan( Jakarta : Penerbit Erlangga). 21
[3] Ibid, 21.
[4] Ibid.
[5] Istiqomah, Supriyantini. (2008) Pemberdayaan dalam konteks pengembangan masyarakat islam. Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. (Online), Volume 4, Nomor 1, Juni, Halaman 65-78, Istiqomah (2008, h.67-68)

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post