PEMBERDAYAAN EKONOMI
Pemberdayaan
menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti tenaga/ kekuatan, proses,
cara, perbuatan memberdayakan.[1]Pemberdayaan
adalah upaya yang membangun daya masyarakat dengan mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk
mengembangkannya
Pemberdayaan
diarahkan guna meningkatkan ekonomi masyarakat secara produktif sehingga mampu
menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Upaya
peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada
perbaikan akses terhadap empat hal, yaitu akses terhadap sumber daya, akses
terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan
Ekonomi
masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan
pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi
masyarakat merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi
masyarakat dalam kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan mereka dan dapat berpotensi dalam proses pembangunan
nasional.[2]
Konsep
pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model
industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun
dari kerangka logik sebagai berikut, pertama, Bahwa proses pemusatan kekuasan
terbangun dari pemusatan penguasaan faktor produksi, kedua, Pemusatan kekuasaan
faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang
pengusaha pinggiran, ketiga, Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem
pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk
memperkuat dan legitimasi, keempat Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum,
sistem politik, dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua kelompok
masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang
terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang
dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus
dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai
(empowerment of the powerless).[3]
Dalam
upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat sasaran
sangat diperlukan, bentuk yang tepat adalah dengan memberikan kesempatan kepada
kelompok miskin untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang
telah mereka tentukan. Disamping itu masyarakat juga diberikan kekuasaan untuk
mengelola dananya sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak amil
zakat, inilah yang membedakan antara partisipasi masyarakat dengan pemberdayaan
masyarakat. Perlu difikirkan siapa sesungguhnya yang menjadi sasaran
pemberdayaan masyarakat, sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun,
dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan
yang dipandang paling relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas
maupun dalam menjalankan fungsi pembangunan. Good governance adalah tata
pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjalin adanya proses
kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah, rakyat dan usahawan swasta.[4]
Dalam
kondisi ini mengetengahkan tiga pilar yang harus diperlukan dalam proses
pemberdayaan masyarakat. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, swasta dan
masyarakat yang hendaknya menjalin hubungan kemitraan yang selaras. Tujuan yang
ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat
menjadi mandiri, kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak
dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Pemberdayaan masyarakat
hendaknya mengarah pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik, untuk
mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses.
Ada
dua upaya agar pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa dijalankan, diantaranya
pertama, mempersiapkan pribadi masyarakat menjadi wirausaha. Karena kiat Islam
yang pertama dalam mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan bekerja. Dengan
memberikan bekal pelatihan, akan menjadi bekal yang amat penting ketikaakan
memasuki dunia kerja.
Program
pembinaan untuk menjadi seorang wiraswasta ini dapat dilakukan melalui beberapa
tahap kegiatan, diantaranya, memberikan bantuan motivasi moril Bentuk motivasi
moril ini berupa penerangan tentang fungsi, hak dan kewajiban manusia dalam
hidupnya yang pada intinya manusia diwajibkan beriman, beribadah, bekerja dan
berikhtiar dengan sekuat tenaga sedangkan hasil akhir dikembalikan kepada Dzat
yang Maha Pencipta. Bentuk-bentuk motifasi moril itu adalah pelatihan usaha dan
pemodalan.
Dalam
jurnal Istiqomah, Pengembangan Masyarakat Islam menjelaskan adanya lima dalam
memberdayakan umat antara lain, pertama, Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat
dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial dimana manusia secara
adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan
potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhannya (material dan spiritual) dapat
terpenuhi.
Kedua,
Pemberdayaan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian dari pihak
yang memiliki sesuatu kepada pihak yang tidak memiliki,
Ketiga, Pemberdayaan masyarakat mesti dilihat
sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat agar mereka dapat secara
mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas kehidupannya.
Keempat,
Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara
penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekadar diartikan sebagai
kehadiran tetapi kontribusi tahapan yang mesti dilalui oleh suatu dalam program
kerja pemberdayaan masyarakat, kelima, Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu
upaya keterlibatan masyarakat dalam suatu program pembangunan tatkala
masyarakat itu sendiri tidak memiliki daya ataupun bekal yang cukup.
Kelima
prinsip turunan tersebut sebenarnya cerminan aktualisasi nilai Islam dalam
memberikan pandangan hidup sehingga menunu tatanan kehidupan yang berdaya dan
sejahtera. Kunci keberhasilan tersebut yakni penyatuan antara dimensi material
dan spritual dalam kehidupan sosial.[5]
[1] 1Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), hal. 242
[2] Todaro, Michael P, dan Smith,
Stephen C, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Kedelapan( Jakarta :
Penerbit Erlangga). 21
[3] Ibid, 21.
[4] Ibid.
[5] Istiqomah, Supriyantini. (2008)
Pemberdayaan dalam konteks pengembangan masyarakat islam. Komunitas, Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam. (Online), Volume 4, Nomor 1, Juni, Halaman
65-78, Istiqomah (2008, h.67-68)
No comments:
Post a Comment